Dec 31, 2009

Century... Bikin Capek



Sudah agak capek saya mengamati keberlangsungan percekcokan antara pansus dan pemerintah terkait kasus Bank Century. Kedua kubu masih bersitegang bagaimana seharusnya sebuah kebijakan layak dikeluarkan. Masing-masing mempunyai pendapat dan bukti-bukti kuat, di satu sisi Pansus mempunyai data BPK dan pemerintah mempunyai bukti.... dampak sistemik.
Ya, dampak sistemik. Itulah yang membuat capek banyak orang. Keyakinan para ekonom nomor wahid di Indonesia bahkan dunia diragukan oleh para orang awam yang tidak merasakan dampak krisis ekonomi 2008 saat itu. Mereka mengatakan, "Mana Mungkin berdampak sistemik, kan bank-nya kecil???"
Ini merupakan permasalahan yang kalut. Bagaimana bisa kita membuktikan perkataan seorang ekonom tanpa membuktikannya terlebih dahulu? Bagaimana juga kita akan membuktikan... lha wong itu sudah terjadi di masa yang lalu?
Tapi satu hal yang saya yakini bahwa Ibu Menkeu dan Bapak Wakil Presiden adalah orang yang jujur dan bersih (setidaknya dalam mengelola keuangan negara). Saya hanya bermodalkan yakin karena saya sendiri masih belum cukup ilmu untuk menerangkan secara terperinci dan valid bagaimana sebenarnya kasus ini berjalan. Jadi, bisa dikatakan ini adalah PR saya.
Saya juga agak menyayangkan bagaimana sikap para pemuda kita yang langsung menuntut mundur Ibu Menkeu dan Bapak Wapres, yang sekiranya atas usahanyalah (dan izin Allah tentunya), sehingga kita tidak terlalu merasakan dampak sistemik ini pada jangka waktu yang lama... Tapi apa boleh buat, opini publik telah terbentuk. Manusia hanya bisa menyesali atas apa kesalahan yang diperbuat.
Semoga berhasil bagi para pembela kebenaran.
Nb: Inalillahi Wainnalillahi Roojiuun... Gus Dur telah tiada... menunggu giliran kita.

Dec 14, 2009

Bu Sri dan Pak Ical - Bakal Berbuntut Panjang



Bu Sri Mulyani

Kini, masyarakat Indonesia sedang asyik-asyiknya menunggu bagaimana tim-tim bentukan pemerintah mengusut tuntas skenario penilapan uang oleh Bank Century. Tapi tampaknya, keasyikan tersebut akan semakin meriah dengan perseteruan antara Pak Ical (Aburizal Bakrie) dan Bu Sri (sebenarnya panggilan beliau Bu Ani, tapi tak apalah - Bu Sri Mulyani).
Perseteruan yang kini diwarnai aksi saling buka kartu "JOKER" membuat sejumlah pengamat politik tersenyum. Mereka menganggap dengan adanya perseteruan tersebut mudah-mudahan kecurangan-kecurangan masing-masing pihak bisa diselediki lebih jelas. Tapi saya menengarai, Pak Ical kini dalam keadaan kalah angka. Pak Ical masih belum mampu benar-benar membuat Bu Sri kalah bicara - Bu Sri hampir selalu dapat melandaskan semua perbuatannya dengan landasan hukum yang tepat.
Namun ada juga masyarakat yang was-was dengan perseteryuan tersebut. Alih-alih mau melerai, mereka justru ingin menjauhkan keduanya dari kursi kekuasaan. Mereka menilai perseteruan seperti itu tidak pantas untuk dipublikasikan secara luas... "Profesionalismenya mana?"
Terlepas dari semua itu, kini kita bisa melihat sejauh mana kedewasaan panggung politik kita. Indonesia baru genap berumur 11 tahun dalam berpolitik demokrasi pasca-reformasi 98. Secara sistemik, panggung politik kita memaksa para elite politiknya untuk membuka kecurangan-kecurangan yang pernah mereka perbuat. Hal ini dikarenakan panggung kita sudah dicap sebagai panggung demokrasi yang menuntut transparansi.
Apa pun hasil dari perdebatan kedua belah pihak nantinya, tentu sedikit banyaknya akan memengaruhi jalannya penelusuran kupas tuntas Bank Century - mengingat juga Pak ICal merupakan orang yang memilih ketua hak pansus untuk kasus Bank Century. Siapa tahu juga, dengan perseteruan tersebut ada yang salah bicara, kemudian terdengar... "Ups...!!!" Hahaha... politik itu kotor, tapi berani kotor itu baik. Betul kan Bu Hughes?

Dec 7, 2009

Pemberantasan Korupsi





Kini Indonesia sedang dirundung masalah krusial. Instabilitas nasional terancam terganggu. Rakyat, mahasiswa, dosen, elite politik, aparat penegak hukum, semuanya sedang dililit krisis kepercayaan yang nampaknya akan berbuntut panjang. Jika tidak segera diselesaikan, tentu ketahanan nasional akan secara menyeluruh terganggu.
Anggapan ini ditunjukkan oleh berbagai opini berita yang mempunyai tendensi memojokkan pemerintah selaku aktor utama pembuat kebijakan. Namun saya sebagai pengamat politik, ekonomi, dan bisnis (baru klaim sekarang, hehehe), melihat adanya kecenderungan kesalahan mendasar yang sering dilakukan oleh masyarakat.
Perlu diingat bahwa saya memberikan pernyataan di sini bukan atas dasar kepentingan politik atau sebagainya yang mempunyai hubungan dengan pro-pemerintah. Sama sekali bukan itu!!! Saya mengatakan ini tentu untuk kebaikan semua terutama bagi saya sendiri, sehingga saya dan saudara-saudara pada umumnya mengerti kondisi yang sebenarnya dari bangsa ini.
Nanti, pada tanggal 9 Desember, bertepatan dengan hari antikorupsi sedunia (saya baru tahu beberapa waktu yang lalu sejak saya menulis ini) masyarakat akan mengadakan parade massal dengan didukung oleh berbagai gerakan mahasiswa, dosen, praktisi, hingga para elite politik. Masyarakat secara bersama-sama ingin menunjukkan "kekuatannya" dihadapan pemerintah yang dinilai lamban dalam menjalankan fungsinya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih. Masyarakat kini telah menampakkan rasa bosannya dibodohi oleh para pemegang kekuasaan, seolah-olah pemegang kekuasaan bisa membodohi rakyat untuk kesekian kalinya... Namun, pesan yang tersirat di sini. Apakah pemegang kekuasaan, terutama presiden dan belum tentu DPR, memang mempunyai maksud yang dituduhkan masyarakat kepadanya, yaitu ingin mengulur-ulur waktu pemberantasan korupsi.
Hendaknya perlu diketahui oleh masyarakat bahwa sebagai presiden sikap kehati-hatian merupakan prinsip penting yang harus dijaga. Di satu sisi saya setuju bahwa presiden harus menjaga kredibilitasnya sebagai pemimpin, namun di sisi lain Presiden tentu mempunyai maksud implisit yang ingin disampaikan.
Pernah saya baca di buku bahwa menemukan kebijakan yang tepat untuk masyarakat adalah hal yang mudah (kadang yang paling mudah) bagi presiden karena dibantu oleh para menterinya. Namun kesulitan paling sulit adalah membuat masyarakat mengerti tentang kebijakan yang ia buat... karena sering terjadi kesalahpahaman antara rakyat dengan pemimpinnya. Biasanya Presiden meminta ahli media pers untuk memberikan pertimbangan untuk setiap kebijakan publik yang ia ingin berikan. Bisa anda bayangkan bagaimana posisi pemerintah saat ini (saya maksud presidennya) di saat harus mengurusi berbagai macam persoalan di satu waktu.
Kita adalah rakyat yang menunggu. Kita ingin cepat, namun dilakukan dengan tepat. Adapun masyarakat yang ingin serba cepat, bolehlah asalkan ia mengerti dengan baik dan benar sistem dan aturan main di negeri ini. Saya merupakan pengagum para cendekiawan dan praktisi yang berkaitan erat dengan masalah ini terlepas bagaimana saja opini yang dilontarkan (apakah pro atau kontra pemerintah).
Bagi saya, korupsi adalah kejahatan luar biasa di muka bumi ini... dan hukuman mati mungkin pantas untuk diberikan...