Jun 24, 2010

Pahlawan dan Pengorbanan





Apa artinya pahlawan? Adakah sosok pahlawan dalam hidupmu? Adakah seseorang layak disebut pahlawan dalam keadaan yang damai dan serba kecukupan ini?

Seseorang yang sangat sulit untuk dijelaskan, ia datang dan pergi, tanpa mengharap ia akan mengingat nama yang melekat padanya. Masihkah engkau menyimpan memori tentang pahlawan yang datang ke dalam hidupmu?

Dalam proses hidup ini, kita tentu telah menemui banyak sekali orang yang sangat beraneka ragam sifatnya. Ada yang cerewet, pendiam, sangat dewasa, dan mungkin ada yang sangat kekanak-kanakan. Mereka hidup di dalam proses bernafas kita menghiasi pemikiran-pemikiran yang telah kita lalui saat ini. Tanpa mereka, entah cabang hidup paralel macam apa yang akan kita alami saat ini.

Sosok mereka, teman kita, merupakan sosok teramat potensial yang akan menjadi pahlawan bagi kita. Anda yang merasakan nikmatnya mempunyai teman yang sejati, tentu pernah melihat senyum mereka dalam kepayahan, atas pengorbanan yang mereka lakukan tanpa mengucap, "Kau berhutang padaku untuk ini.".

Dialah pahwlawan, dan mungkin pahlawan...

Ada orang yang menjadikan musuh mereka sebagai pahlawan karena telah berhasil memaksa dirinya untuk menjadi kuat. Ada juga yang menjadikan orang yang pendiam dan jarang bertutur kata sebagai pahlawan karena cuma dialah yang tidak pernah ikut teman-teman yang lain mengolok-olok dirinya.

Pahlawan bukanlah sesuatu hal yang harus didiskripsikan, namun bukan juga hal yang harus diabaikan. Pahlawan merupakan hal yang harus dirasakan, dan dipahami... ia datang dan pergi, tanpa berucap, "Hei, kau berhutang padaku untuk ini."

...

May 7, 2010

Politik Berbicara: Ketika Ibu Sri Pergi




Bangga sekaligus sedih... Mixed feeling yang kini banyak didengungkan oleh para pengagum setia Ibu Sri Mulyani.

Tidak bisa dikatakan tidak, pejabat pemerintah yang satu ini telah mencapai level kepopuleran yang dramatis melebihi hiperbola dunia akting. Beliau hanya dalam 6 tahun menjabat, kini sudah terkenal di kalangan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari para kaum elit, hingga para kaum papa. Hanya masalahnya, tidak semua lapisan masyarakat ini dapat memahami sosok Ibu Sri dengan pemahaman sosok yang baik
Sebagaimana yang telah kita ikuti selama ini, track recordnya dalam menjaga kestabilan perekonomian di negeri ini dan upaya reformasi di departemen yang "paling basah" di negeri ini, telah mendapat tantangan yang sedemikian hebatnya. Yang paling kena telak terhadap popularitas Ibu Sri adalah kasus Century, sebuah kasus dilematis para pejabat yang mempunyai idealisme yang tinggi dalam mengambil keputusan. Padahal, manfaat kebijakan tersebut telah kita nikmati bersama (hanya saja media tidak mengeksposenya dengan baik). Sehingga, tidak sedikit di negeri ini yang masih saja meneriaki menteri hebat ini dengan "maling", atau "kaum neolib".
Tapi, kenyataan yang saya dapat dari media terkait pendapat berbagai kalangan masyarakat mengenai pengunduran diri Ibu Sri, menunjukkan sebuah realitas yang sungguh Ironis. Semula, orang-orang di negeri ini menuntut Ibu Sri mundur (kaitannya dengan pilihan DPR terhadap opsi C). Kini, mereka berbalik menyayangkan kenapa Ibu Sri Mulyani mengajukan pengunduran diri - mereka berkata Ibu Sri tidak nasionalis. Kalau saja saya adalah orang yang konsisten untuk menuntut mudur Ibu Sri, saya harusnya senang karena menteri yang "tak kenal takut" ini mundur... harusnya saya mengadakan pesta syukuran dan mencari pengganti yang lebih kalem.
Namun, apalah kata... itulah politik. Semua langkah, semua jalan, dan semua alternatif mempunyai hal-hal yang bisa dikritisi, entah apa pun itu. Tampaknya yang bisa diperbuat oleh beberapa orang hanyalah mengkritik.

Jika Ibu Sri tetap menjabat, dikatakan maling;
Jika mundur, dikatakan tak punya rasa nasionalisme.

Aneh dan lucu... jadi tak salah apabila ada tokoh manga yang mengatakan bahwa kisah realitas justru lebih aneh dari kisah fiksi.

Betul?

May 3, 2010

Apa Makna Ulang Tahun Bagimu?




Carilah ilmu karena ilmu akan menjaga hartamu...

Pada bulan ini 3 teman saya, sahabat lebih tepatnya, telah menggenapi dirinya atas 1 tahun penuh cobaan dan amal. Mungkin, telah berulang kali sahabat saya bertemu bulan ini, sebagai tanda rahmat sekaligus ujian, atas umur yang kian berkurang dengan berjalannya waktu. Tak ada yang perlu disesali, dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena Tuhan dengan segala rahmatnya, telah menanti anda untuk bertindak di "hari ini". Maka syukurilah hari ini...

Hmmm... ini mungkin sebagai kata-kata pembuka saya atas hadiah khusus yang bisa saya berikan kepada 3 sahabat saya. Mohon maaf apabila saya mungkin belum berkesempatan memberi hadiah yanng sesuai teman saya harapkan, tapi setidaknya, saya akan memberikan satu hal yang menurut saya pentingnya melebihi hadiah fisik apa pun di dunia ini, yaitu pemahaman. Dan dikarenakan ini berkaitan dengan hari ulang tahun maka akan saya coba berikan sedikit satu sisi sudut pandang saya atas pemahaman kata "ulang tahun".
Ulang tahun mungkin secara umum diartikan sebagai hari (tanggal dan bulan) kelahiran yang kita temui secara periodik yaitu tahunan. Hari tersebut sering diartikan orang sebagai "hari khusus" yang menandai satu tahun kita telah berjalan di muka bumi ini. Lalu perasaan apa yang umumnya didapat orang ketika bertemu "hari khusus" ini? senang, bahagia, lega? Ya, umumnya mereka akan spontan ingat akan emosi positif tersebut. Tapi, ingatkah kita terhadap emosi negatif lainnya seperti... sedih, kecewa, atau merasa bersalah

Coba kita ingat kembali.... dulu sekali, ketika orang tua kita masih berpakaian dengan ala jaman dulu, tersenyum manis melihat perutnya yang menggelembung diisi dengan badan kita yang terus tumbuh. Mereka tersenyum dan bahagia, namun apakah mereka bisa terus tersenyum? Tentu mereka akan terus mengingat tanggungan baru apa saja yang akan timbul setelah kita muncul di bumi ini. Mereka bahagia, tapi yang lebih penting lag i mereka tidak lupa dengan kekhawatiran-kekhawatiran akan bayangan setelah kita lahir. Di sini bisa kita lihat harapan... yang di dalamnya terkandung sebuah kekhawatiran.

Kemudian di saat kita lahir, orang tua kita bahagia luar biasa. Mereka memandangi kita tanpa henti. Memeluk kita, seolah-olah kita adalah emas 100 karat yang jatuh dari langit... Tapi apakah emosi bahagia saja yang muncul? Mungkin aneh ya, yang justru terlihat begitu tidak bahagia adalah kita... mungkin bisa diingat kembali (kalau bisa), kita menangis sejadi-jadinya. Kita menangis di saat orang lain bahagia Aneh? Sekali lagi, bisa kita lihat harapan... yang di dalamnya terkandung sebuah kekhawatiran.

Hal terakhir yang perlu diketahui adalah sebenarnya kita tidak pernah bertemu kembali dengan hari di mana kita lahir karena waktu pada dasarnya tidak pernah bisa kembali. Tapi... jika kita ingin "memaksa" dengan merefleksikan hari itu kembali... cobalah untuk mengingat "diri kita" beserta emosi-emosinya di saat kita baru menapak ke bumi ini. Lalu... tanyakanlah, "Kenapa kita menangis?"

Mungkin anda yang "hari ini" bisa menjawabnya...

Apr 28, 2010

Beratkah Ujian Itu? (New)



Merenungi Ujian

Sebagaimana kita hidup dengan terus belajar, pertanyaan, keraguan, dan keingintahuan akan terus ikut mewarnai kehidupan muda kita... bukan karena usia kita, tapi karena pemikiran kita.

Sekali lagi!! Sebuah pertanyaan singkat yang kurang lebihnya menggelitik diri saya (dan mungkin anda) terkait bagaimana kita dapat memahami hidup ini secara lebih komprehensif dan menyeluruh. Pertanyaan ini saya dapat dari teman saya yang kebetulan darinya saya mendapat banyak sekali pembelajaran tentang bagaimana kehidupan ini bekerja.
Sebagai apresiasi, saya tidak akan menyimpan pertanyaan ini untuk saya saja, tapi juga untuk anda semua para pembaca. Saya akan jadikan pertanyaan ini kuis bagi anda. Silahkan, berikan suara anda, dan tuangkan segala ilmu yang pernah anda dapat untuk menjawab pertanyaan ini. Seperti biasa pula, bagi jawaban yang terbaik akan mendapatkan hadiah dari admin (saya sendiri). Anda siap!! Oke kita mulai
Pertanyaannya kurang lebih seperti ini,

Bagaimana kita bisa yakin bahwa ujian atau cobaan itu memang baik untuk kita? Bagaimana juga kita tahu bahwa ujian yang kita terima pasti tidak akan melebihi kemampuan kita?

Bingung? Bludrek?Stress? Jangan dibikin susah, bikin fun aja... Toh di dalam rule blog ini, tidak ada salah dan benar, yang ada saling melengkapi. Jadi, semoga berhasil bagi para calon orang bijak masa kini...

Mulailah dari Sekarang... (New)




Hidup dewasa adalah sebuah pilihan. Dewasa tidak akan menunggu diri anda hingga anda tua untuk datang.
Ia sabar menunggu, walaupun itu artinya anda tidak pernah mengundangnya.
Banyak orang berpikir bahwa menjadi dewasa, merupakan hal yang memberatkan, menghilangkan segala kesenangan dunia sebagaimana kita masih berusia anak-anak.
Tapi, bagaimana dengan dunia ini?
Sudikah dunia ini menunggu anda?


Pertanyaan di atas mengajak ulang kita untuk berpikir bagaimana sebenarnya kehidupan kita harus berjalan. Kita hidup dan kita menikmatinya. Sistem berkata, anda harus membayar atas kenikmatan tersebut... dengan apa?
Yaitu dengan menjadi dewasa.
Atas keadaan tersebut, seringkali diri ini serasa ditekan oleh paksaan-paksaan yang kita tidak tahu asalnya. Seolah-olah dunia ini ingin membuang kita ke dimensi ke tujuh, karena mungkin diri kita dirasa tidak layak. Itu mungkin saja benar, karena itu memang terjadi dalam keseharian manusia yang tidak memilih untuk menjadi dewasa.
Berat memang jika dewasa menyebabkan kita memikul tanggung jawab yang lebih besar. Tapi, adakah pilihan selain dari itu?
Sungguh beruntung bagi mereka yang saat ini mempunyai banyak keinginan dan hasrat tujuan yang ingin sekali mereka capai, dan lebih beruntung lagi bagi mereka yang berusaha untuk mewujudkannya. Mengapa? Karena jika ia gagal, ia akan mendapatkan hal yang ia tidak ketahui sebelumnya, dan apabila ia berhasil, kemuliaan menanti di sisinya. Itulah mengapa, bagi sebagian orang, tanggung jawab untuk memulai adalah sebuah kebutuhan.
Bagi mereka yang mempunyai keengganan untuk memulai bahkan dari hal yang paling kecil. Ingatlah, kedewasaan tidak akan menghampiri bagi mereka yang diam dan pasif, kedewasaan akan terpanggil oleh mereka yang aktif dalam mencari hikmah kehidupan. Dan sungguh, apa pun hasilnya, ia telah memperoleh keberuntungan.
Oleh sebab itu, cobalah untuk melakukan. Melakukan sesuatu hal yang memang benar-benar anda inginkan, dengan sadar, cerdas, dan efektif. Karena ketiga faktor itulah yang menentukan seberapa mungkin keberhasilan itu datang untuk memuliakan diri anda.

Mar 17, 2010

UAN : Kecurangan yang kesekian


UAN Curang


UAN dan kecurangan nampaknya tidak akan pernah lepas untuk terus mewarnai pendidikan di Indonesia. Seperti yang pernah saya tulis di blog saya sebelumnya, bahwa UAN adalah sebuah keniscayaan atas kecurangan yang akan terus berlanjut di ranah negeri ini, dan akan berhenti pada suatu saat di mana kita benar-benar paham apa esensi dari sebuah pendidikan. Oleh karenanya, di blog ini, akan saya coba uraikan beberapa sudut pandang mengapa UAN sebenarnya tidak mewakili tujuan pendidikan sebenarnya...
Sebagai awalan, marilah kita buka dengan pertanyaan, "Kenapa kita pergi ke sekolah?". Pertanyaan simpel bukan? Namun, inilah sekiranya pertanyaan simpel yang membutuhkan uraian jawaban yang panjang dan mendalam untuk mewakili esensi pendidikan yang sesungguhnya. Tapi apakah semua orang tahu jawaban "panjangnya"
Karena tidak tahu, umumnya siswa atau masyarakat pada umumnya mempersingkat jawaban itu dengan jawaban, "Untuk cari kerja lah!", atau, "Ya... untuk cari sertifikat yang nilainya bagus-bagus, terus disodorin di bursa kerja." dan saya yakin, jawaban ini begitu familiar di telnga anda sehingga anda mau tidak mau hanya mengiyakan saja. "Toh kenyataannya memang begitu," begitu jawab anda di dalam hati.
Hasilnya, kita setiap hari bangun pagi, mandi, sikat gigi, makan, cium tangan bapak dan ibu, berangkat ke sekolah, untuk menuntut ilmu dengan mind-set mendapatkan ijazah yang "enak dipandang". Dan UAN, sangat berperan penting dalam mengisi data-data yang menentukan apakah ijazah anda "berharga" atau tidak. So... "Inikah tujuan pendidikan yang sebenarnya?"
Tentu tidak... Tapi apa...?
Nah di sinilah peran mata, ada tulisan bagus yang pernah saya baca yang menyimpulkan beberapa poin penting mengenai beberapa tujuan (boleh saya sebut "esensi") pendidikan yang sebenarnya. Poin-poin itulah yang menggambarkan apakah pendidikan yang kita rasakan selama ini dikatakan berhasil atau tidak.

Diantaranya:

Meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (problem solving)

Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan gagasan-gagasannya dalam bentuk verbal maupun tulisan

Membentuk kepribadian yang baik, meliputi sikap-sikap yang sesuai dengan norma dan nilai kehidupan. Seperti, jujur, tanggung jawab, dapat dipercaya, dll.

Sebagai tambahan ada pendapat lain bahwa pendidikan adalah sarana pengabdian masyarakat dan sarana dalam upaya mencapai kebenaran (kalau versi saya, ditambah dengan pengabdian kepada Tuhan).

Terlepas apakah ini memang 100% benar atau tidak, saya melihat memang inilah alasan sebenarnya mengapa saya harus capek-capek berangkat jam 7 dan pulang jam 5 sore hanya untuk mendengarkan guru saya berceramah. Inilah indikator tepat yang seharusnya menjadi standar apakah pendidikan kita berhasil atau tidak.
Sebagai refleksi, apakah UAN telah dapat memetakan kemampuan siswa dengan standar yang telah dituliskan di atas? Hmmm... Kalau memang sistem UAN bisa dikatakan untuk mengukur seberapa IQ kita, maka UAN setidaknya telah mewakili satu poin tujuan pendidikan, yaitu poin pertama meningkatkan kemampuan problem solving siswa. Tapi, itu pun kalau pesertanya jujur.
Kenyataannya, 100% jujur tampaknya masih sangat sangat sulit untuk dicapai, sehingga UAN dapat disimpulkan tidak mencerminkan apa pun dari tujuan diadakannya pendidikan nasional. Saya sebagai rakyat, yang Alhamdulillah bisa merasakan nikmatnya proses pendidikan, masih belum bisa berbuat apa-apa terkait ini. UAN, bagi saya, tampak seperti sebuah paradoks yang bagi pemerintah adalah harga mati untuk terus dilaksanakan dari tahun ke tahun. Ini lebih seperti menutup mata terhadap kenyataan "dampak sistemik" kecurangan pendidikan yang semakin canggih dan parah dari waktu ke waktu.
Yah... inilah kenyataan, dan inilah realitas... kita hanya bisa mengupayakan perubahan diri untuk dapat mengharapkan perubahan di lingkungan terdekat kita.
So... Be juctice guys...

Mar 5, 2010

Jika Aku Ditawari Dua Pekerjaan





Jika aku ditawari dua pekerjaan di saat teman-temanku kebingungan cari kerja, tentu aku akan senang sekali. Apalagi dengan begitu, aku akan selangkah lebih dekat dengan hidup yang bebas dan mandiri. Namun jika melihat diantara keduanya terdapat konflik kepentingan atas diriku, tentu 2 pilihan akan menjadi pilihan yang sangat dilematis.
Katakanlah pekerjaan yang satu ada di kota asalku, Madiun. Di situ aku akan bekerja sebagai penjaga toko buku. Di situ, diriku akan berusaha untuk selalu tersenyum ramah terhadap pelanggan, melayani pertanyaan mereka, dan sedikit sabar terhadap bisikan-bisikan kecil atas keluhan pelayanan toko. Selain itu, aku akan bertugas menata dan merapihkan beberapa buku yang bukan pada tempatnya. Maklum, terkadang orang tidak mengembalikan pada tempatnya setelah melihat-lihat. Mungkin di sela-sela itu, diriku dapat berkenalan orang-orang ternama, minimal berkenalan dengan cewek cantik.
Pekerjaan yang ringan bukan? Selain santai, bisa kenal cewek cantik, tempatnya juga dekat rumah. "Mungkin tidak ada kerjaan yang lebih enak dari itu ya...", Hatiku berkata demikian.
Akan tetapi, dalam sisi hatiku yang lain, bukan itu saja yang kucari. Tidak hanya santai dan dekat, namun juga menantang dan memberikan kesempatan padaku untuk berkembang. Dan tawaranku kedua menjanjikan hal itu, yaitu menjadi Sales MArketing di kota "KEMBANG", Bandung.
Sales Marketing... tentu pekerjaan semacam itu adalah pekerjaan lapangan, pekerjaan yang bakal menguras keringat. Ke sana-ke mari menjajakan barang dagangan. Tak jarang, hanya 1 atau dua barang saja yang akan terjual karena diriku yang masih pemula. Kalau tidak bisa mengejar target, upah pun sedikit. Kalau upah sedikit, mana bisa hidup di Bandung?? Jadi, Apakah ini benar-benar keinginanku?
Kutanya diriku lagi, dan ia berkata IYA...
Jika aku ditawari 2 pekerjaan...
Maka aku akan mengambil nomor 2, karena itulah pilihanku. Entah itu jauh, entah itu mahal, ataupun konyol, diriku tak perduli. Yang aku inginkan adalah kesempatan bebas untuk berkembang.
Kuimpikan diriku segera naik pangkat menjadi sales manager, kemudian menjadi supervisor, kemudian menjadi kepala penjualan regional, dan terus-terus naik hingga CEO. Aku pun tersenyum-senyum sendiri.
Itulah aku, jika temanku bertanya apa pilihanku dan kenapa. Maka itu telah menjadi jawaban. Jika temanku berkata bahwa aku adalah pembohong yang tidak realistis, itu pun tidak apa-apa
Itu hanyalah kata-kata yang ingin kudengar dari dalam diriku sendiri....