May 7, 2010

Politik Berbicara: Ketika Ibu Sri Pergi




Bangga sekaligus sedih... Mixed feeling yang kini banyak didengungkan oleh para pengagum setia Ibu Sri Mulyani.

Tidak bisa dikatakan tidak, pejabat pemerintah yang satu ini telah mencapai level kepopuleran yang dramatis melebihi hiperbola dunia akting. Beliau hanya dalam 6 tahun menjabat, kini sudah terkenal di kalangan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari para kaum elit, hingga para kaum papa. Hanya masalahnya, tidak semua lapisan masyarakat ini dapat memahami sosok Ibu Sri dengan pemahaman sosok yang baik
Sebagaimana yang telah kita ikuti selama ini, track recordnya dalam menjaga kestabilan perekonomian di negeri ini dan upaya reformasi di departemen yang "paling basah" di negeri ini, telah mendapat tantangan yang sedemikian hebatnya. Yang paling kena telak terhadap popularitas Ibu Sri adalah kasus Century, sebuah kasus dilematis para pejabat yang mempunyai idealisme yang tinggi dalam mengambil keputusan. Padahal, manfaat kebijakan tersebut telah kita nikmati bersama (hanya saja media tidak mengeksposenya dengan baik). Sehingga, tidak sedikit di negeri ini yang masih saja meneriaki menteri hebat ini dengan "maling", atau "kaum neolib".
Tapi, kenyataan yang saya dapat dari media terkait pendapat berbagai kalangan masyarakat mengenai pengunduran diri Ibu Sri, menunjukkan sebuah realitas yang sungguh Ironis. Semula, orang-orang di negeri ini menuntut Ibu Sri mundur (kaitannya dengan pilihan DPR terhadap opsi C). Kini, mereka berbalik menyayangkan kenapa Ibu Sri Mulyani mengajukan pengunduran diri - mereka berkata Ibu Sri tidak nasionalis. Kalau saja saya adalah orang yang konsisten untuk menuntut mudur Ibu Sri, saya harusnya senang karena menteri yang "tak kenal takut" ini mundur... harusnya saya mengadakan pesta syukuran dan mencari pengganti yang lebih kalem.
Namun, apalah kata... itulah politik. Semua langkah, semua jalan, dan semua alternatif mempunyai hal-hal yang bisa dikritisi, entah apa pun itu. Tampaknya yang bisa diperbuat oleh beberapa orang hanyalah mengkritik.

Jika Ibu Sri tetap menjabat, dikatakan maling;
Jika mundur, dikatakan tak punya rasa nasionalisme.

Aneh dan lucu... jadi tak salah apabila ada tokoh manga yang mengatakan bahwa kisah realitas justru lebih aneh dari kisah fiksi.

Betul?

4 comments:

Rakyat Ngomong said...

Orang merasa sesuatu bernilai ketika dia kehilangan. Tapi terkadang bernilaipun akan dicerca jika sesuatu itu dianggap meninggalkan. Semoga generasi Ibu SMI selanjutnya akan lebih tangguh!Q

fales said...

Apa peduliku klo Mbak Sri ke LN? Kita ngga rugi duwit N tentunya, Mbak Sri juga ngga nguntungin aku.

Arek Indonesia said...

Pelajari ekonomi Indonesia tentang untung-rugi ketika sosok tangguh tiada sebelum komentar. kok ga update neh sibuk ya? Tukeran link yuk?

Be Justice Is My Choice said...

Oke..oke.. tak update-te....Piye kabare master? (@Arek Indonesia)
Monggo nek tukeran link... silahkan.

Post a Comment