Aug 31, 2009

Jika Bumi itu Datar...

Bumi itu datar
Jika bumi itu datar.... Maka Renaissance di Eropa akan terhambat karena memang benar doktrin gereja mengatakan bahwa bumi itu datar benar adanya. Galilei Galileo tidak jadi sebagai salah satu ilmuwan masa yang berhasil membuktikan secara matematis dan fisis (secara kasat mata melalui teropongnya) bahwa bui itu bulat.
Jika bumi itu datar... Maka Magelhaens yang mencoba mengarungi dunia untuk membuktikan bumi itu bulat tidak akan kembali untuk menceritakan kisah hebatnya mengelilingi dunia serta bertarung melawan suku pedalaman filipina.
Jika bumi itu datar... Entah kejadian apa lagi yang bisa mengubah tatanan alam, sejarah dan ilmu-ilmu eksak yang lain.
Mengapa dulu bumi itu "datar"...? Karena manusia menggunakan matanya tanpa "berpikir" panjang mengenai apa yang dilihatnya. Sama halnya apabila kita menjalani kehidupan ini dengan datar dan pemahaman yang baik akan proses kehidupan.
Manusia... adalah mahkluk yang unik. Manusia menyimpulkan sendiri apa yang dilihatnya. Ia menyimpulkan dengan semena-mena walaupun pada akhirnya kesimpulan yang ia buat itu salah.
Manusia itu sombong... karena ia berpikir bahwa ia lebih hebat dari mahkluk-mahkluk lainnya... Benarkah itu?
Itulah kehidupan... berbagai bentuk dan rupa menyelimuti dunia yang "datar" ini. Tinggal kitalah yang akan menjadikan bumi kita yang tercinta ini "bulat".


Nb : kebetulan artikel ini cukup mengundang sesuatu hal yang kontroversial, disarankan untuk melihat artikel lanjutan mengenai salah satu pertanyaan yang diajukan oleh pembaca di kolom komentar, klik di sini




See another post:

Aug 30, 2009

Pertemuan yang Singkat


Ini adalah sebuah pertemuan yang singkat...
Saya berterima kasih bagi anda membaca blog saya dengan baik. Sungguh ini adalah pertemuan yang singkat menurutku. Ingin sekali saya bertemu dengan kalian semua para pembaca kemudian berdiskusi lebih lanjut tentang apa saja yang baru anda dapatkan hari ini, entah itu dari televisi, koran, atau bahkan blog ini.
Kita semua sedang mencari jawaban bukan? Jawaban sebuah pertanyaan tentang kehidupan yang kita alami dalam kesehariannya. Namun, terkadang jawaban yang kita temukan tidak cocok dengan pa yang kita inginkan... Kita bertanya lagi dan lagi...
Kita yakin... bahwa semua pertanyaan tentu ada jawabannya. Semua permasalahan di dunia ada penyelesaiannya. Mennjawab atau menyelesaikan suatu permasalahan tentu membutuhkan beragam keterampilan yang mendalam tergantung tema apa yang sedang kita tanyakan itu.
Pesan saya... anda tidak sendiri. Ada saya, keluarga anda, teman anda, dan yang paling penting, Tuhan anda. Memohonlah kepada-Nya... Semoga pertanyaan-pertanyaan anda dapat terjawab dengan sangat memuaskan melalui orang-orang yang tela saya sebutka tadi.
Temanku... bertanyalah... dalam pertemuan yang singkat ini.

Menawar Kehidupan (Episode I)


Semoga apa yang saya ceritakan ini bisa bermanfaat bagi kita semua...
Saya pernah mengalami kejadian tragis yang mungkin dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Ceritanya begini... Waktu itu minggu pagi di hari yang cerah di mana mentari bersinar begitu indah menerpa tubuhku yang agak lemas. Semangat!!! menjadi modal saya untuk mengayunkan kaki di pagi yang sepi. Saya saat itu mengemban tugas untuk menemani dan menunjukkan tempat pasar dekat tempat tinggal kami kepada salah satu teman saya. Teman saya masih baru di sana jadi belum tahu banyak tempat-tempat untuk membeli alat kebutuhan. Bagi saya, apabila pergi ke pasar dan tidak membeli... rasanya ada yang aneh begitu. Jadi saya putuskan untuk membeli sesuatu (tidak saya sebutkan karena akan mengingatkan saya pada kejadian tragis) di sana.
Jalannya agak jauh dan berkerikil... sehingga keringat pun otomatis keluar dari sela-sela tubuh kami. Sesekali bercanda dengan teman sehingga perjalanan kami menjadi terasa lebih ringan. Setelah agak bingung-bingung sedikit karena tempatnya memang mojok nyelepit, kami akhirnya sampai di pasar tersebut...
Ramai begitulah kesan orang apabila mendengar kata pasar.
Dengan pede saya yakin bisa menawar harga barang yang saya inginkan, setengah harga adalah target utama saya. Mata saya bagaikan elang (:D mencari mangsa untuk ditawar... dan akhirnya kutemukanlah barang itu. Bahagia, senang, dan deg-degan mungkin perasaan itu yang sedang menyelimuti tubuhku. Kutanya harga barang itu dan pedagang itu menjawab 25.000. Langsung aku berkata, “Nggak ah, di detos aja harganya 20.000. Kubeli 15.000” Pedagang itu berpikir sejenak, dan menjawab, “Kita ini beli 17.500, masa dijual seharga begitu...”
Hatiku waktu itu langsung berpindah orientasi... “Wah kasihan juga dong,” begitu pikirku. Aku mencoba menawar agak keras dan mendapat 20.000. Aku senang tapi agak tidak puas... ada yang mengganjal di dalam hati ini. Entah perasaan apa itu, namun hati ini berkata kepadaku untuk jalan-jalan ke pasar lebih dalam lagi...
Okelah kataku... Aku berjalan menyusuri jalan pasar, bersenggolan dengan banyak orang, sesekali bertemu teman dan mengucapkan salam. Sampai akhirnya perjalananku berhenti sejenak melihat penjual yang menjual barang sama seperti penjual pertama. Aku tergerak untuk bertanya berapa harganya...
Betapa kagetnya diriku... harga yang ditawarkan setengah harga yang kubeli!!! Eiits... otakku kalap untuk sejenak. Aku tersenyum melihat diriku sendiri. Untuk kedua kalinya aku telah menjadi pihak yang kalah dalam menawar... Sambil menghibur diriku aku pulang. Aku merenung sambil tersenyum-senyum... tentu ada yang salah dalam diriku sehingga bisa mengalami kekalahan untuk kedua kalinya.
Bagi diriku itu sebuah pelajaran. Aku telah terjebak pada lubang yang sama untuk kedua kalinya. Aku bertekad suatu saat aku akan kembali untuk memenangkan pertarungan yang ketiga.
.....
Saat menulis cerita ini pun, saya pribadi masih terngiang-ngiang oleh kejadian itu. Tersenyum... masih menjadi senjata andalanku untuk menghibur diri.
Tapi senyum itu juga merupakan awal untuk menemukan hikmah di balik sebuah peristiwa pedih yang melanda... apakah hikmah yang bisa diambil untuk kehidupan kita....?
Bisakah anda membantu saya untuk menyebutkannya...?
To be continue....

Aug 28, 2009

Sudahkah Engkau Bersyukur Hari Ini?


Saudaraku... hari ini kita telah diizinkan untuk merasakan keindahan kehidupan. Sebuah masa... yang sudah sepatutnya engkau syukuri..
Tahukah engkau... di belahan bumi yang lain, terdapat jiwa-jiwa murni yang saat ini berusaha membela tanah air tumpah darah mereka. Mereka lupa sekolah... lupa makan di pagi hari... dan bahkan mereka lupa... bahwa mereka mempunyai hak untuk hidup berdampingan dengan damai bersama tetangga-tetangganya... Padahal mereka masih begitu kecil. Jika engkau menatap mata mereka... akan terlihat bahwa yang mereka inginkan hanyalah kebebasan... suatu hal yang mungkin “kurang” berharga di mata kita..
Saudaraku...
Kemuliaan seseorang tidaklah dinilai dari apa-apa yang telah engkau capai selama kurun waktu hidupmu...
Kemuliaan merupakan sebuah anugerah... dari Tuhan, atas apa-apa yang telah engkau berikan kepada orang lain.
Kemuliaan tidaklah dapat engkau beli, dan tidaklah dapat engkau jual... Ia menetap bersama bayangmu... sebagai cermin kehidupan sehari-harimu...
Sudahkah engkau bersyukur hari ini atas kemuliaan yang telah engkau dapatkan...? ataukah kita lupa bahwa saat ini juga semua anugerah itu bisa lenyap dalam satu kedipan mata.... Hanya satu teriakan saja...
Saudaraku...
Diriku berkata demikian bukanlah atas asumsi bahwa diriku adalah yang terbaik... diriku pun lemah... mungkin tidak lebih baik dari saudaraku semua...
Yang kupunya hanyalah sebuah niatan baik yang telah difasilitasi Tuhan.... melalui tangan yang dirancang oleh Maha Hebat.
Terima kasih saudaraku... hatimu yang dalam adalah tempat sebaik-baik pemikiran yang baik... di mana ia menunggu untuk engkau wujudkan bersama orang-orang baik di sekitarmu...
Sudahkah engkau bersyukur hari ini...? Sesungguhnya Tuhan Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui...






See another post:

Aug 27, 2009

The Beautiful of Spontaneity


This article is a comment about my friends article in her site about time management... Just read it.
When we used to talk about time, then the common thing that staying in our head is a constant schedule which full-controlling our life. We often use it as a tool to achieve the quality of life with great expectations that our life will have much value for many people. But, the fact of life just exactly said that the unexpected incidents made an art of life making our time journey reasonable to remember.
We talk about human, not a robot. Human is a unique creature where they demanded to be able adapting their selves by the environment that they make. With a variety of complicated schedule materials, human live as if they have lost the essence of free creatures. If this problem is let get passed away without a solution, a human will be lost their own identity and making his life is undirected. Finally… they get stressed by their unexpected life. Suicide? Maybe
Of course we don’t desire this incident become real. We want human be a real human not a robot. But, a wrong time management will help this bad imagination become the real fact. The problem is most of human didn’t know surely what the real achievements that they want to get. What they only know is looking for money, spend it, and enjoying their life. They don’t know what the real purpose that have put to their shoulders when they come to this world. Human has temporarily blinded by the glare of this beautiful world.
Our God gives us unexpected incidents to make us remember back about the real job that we must do in this world. The incidents can come from anywhere, it can be from our family, our friends, or our environments. At that time what we can do is receiving it as a correction of our past mistake.
What I have written just already is just spontaneity. I think this spontaneity is beautiful, so I thanked to the God who have helped me write an article in English well.
I just want to say to my friends who have taught me much about life and English that management is kind of skill that must be practiced in the right time and in the right place, or it will be a boomerang for you in the next day. But, her article is still very good enough… I’m just adding some value to make her articles going well.
I stop my English writing at here. I’ve been dizzy for 30 minutes ago. I hope you get my article point well… Good luck.

Siapa Diri Kita?


Pernahkah anda termenung sendirian di sebuah tempat yang sunyi? Anda saat itu merasa orang-orang di sekitar anda tidak bisa diharapkan, begitu menyebalkan, dan tidak bisa memahami pemikiran anda. Kemudian, anda memilih untuk mencari jalan keluar anda sendiri hingga begitu lama sekali... terbayang dalam benak anda berbagai kesulitan yang siap menghadang jika anda memutuskan untuk mengaplikasikan solusi yang telah anda pikirkan sendiri. Dan pada akhirnya, anda jatuh pada kesimpulan besar, bahwa saya harus segera berubah.
Pernahkah anda merasakan emosi dari peristiwa di atas? Mungkin sekilas tampak sebuah gambaran orang depresi yang ingin segera mengakhiri hidupnya. Namun bagi saya, itu ada;lah sebuah anugerah apabila anda pernah merasakan kegalauan hati seperti karakter yang saya ceritakan di atas. Kenapa? karena banyak orang sukses mengawali keberhasilan mereka dengan sebuah perenungan panjang seperti yang telah saya diskripsikan di atas. Tapi perenungan macam apa yang sebenarnya saya uraikan di atas? Apakah perenungan sebuah penyesalan dosa atau sebuah perenungan akan kegagalan sesuatu?
Perenungan yang saya uraikan di atas adalah perenungan tentang diri kita sendiri. Kita merenung tentang siapa sebenarnya diri kita, mengapa kita di sini, dan apa yang salah dengan saya sehingga kehidupan saya kok dirasa aneh. Saat anda berpikir seperti itu anda seolah-olah terputus sejenak dengan dunia luar, dan hanya ada sebuah kekuatan besar yang mengendalikan kehidupan anda. Anda mulai menemukan kesadaran bahwa sebenarnya kita “ada” dalam sebuah maksud dan tujuan. Mungkin sebuah tujuan yang besar sehingga terpikir hanya kita yang dapat menjalankannya.
Lalu mengapa saya sebutkan orang sukses mengawali keberhasilannya dengan perenungan di atas? Karena orang sukses bertindak dan bertanggung jawab atas keberhasilan dirinya sendiri. Ia tidak menyalahkan orang lain karena keterpurukan yang dialaminya sat ini. Orang sukses terus merasa kekurangan “bahan” untuk menjadikannya dirinya pantas bersanding dengan idolan-idolanya yang telah jauh melampui daya khayalnya. Dan perenungan di atas adalah titik tolak seorang manusia untuk memahami apa sebenarnya yang harus dilakukannya untuk dapat mencapai keutuhan hidup.
Banyak cara sebenarnya agar kita berhasil mendapatkan keutuhan dalam kehidupan ini. Keluarga, teman-teman, alam, dan alat-alat bantu lainnya di dunia ini datang dihadapan anda untuk membantu anda sukses dalam kehidupan ini. Namun, hanya orang yang telah melalui proses yang panjang yang berhasil mendapatkan pemahaman akan penggunaan segala sumber daya alam yang ada di sekitarnya.
Dalam proses itu, saya, keluarga, ataupun teman anda tidaklah menentukan hasilnya, anda dan Tuhan yang berhak menuliskan berapa persen kemungkinan anda untuk berhasil. Berapa besar persenan itu ditentukan oleh kesiapan anda di hadapan Tuhan unutk mempertanggungjawabkan perbuatan yang anda lakukan. Jika mental anda siap untuk berhasil, Tuhan tentu dengan senang memberikan keberhasilan itu untuk anda, namun jika belum, Tuhan akan mengarahkan anda ke jalan lain di mana anda lebih siap untuk itu. Sayangnya, banyak manusia berhenti berusaha di saat Tuhan merencanakan jalan yang berbeda dari perencanaan awalnya. Dan saya harap itu bukan anda...
Besi harus ditempa begitu keras dengan api yang membara agar dapat menjadi pedang tajam yang dapat menghancurkan segala rintangan yang ada. Begitu pula dengan kita, tempaan yang berat dan menyakitkan dibutuhkan untuk menjadikan diri kita bagaikan pedang yang siap menyelesaikan tiap tantangan kehidupan. Bersemangatlah dan yakinlah bahwa kita semua berhak mendapatkan keberhasilan dalam kehidupan ini.
Semoga berhasil...

Apa itu Kehidupan?


Setelah lumayan banyak saya berbicara tentang artikel kehidupan, eee.... ternyata ada satu hal yang terlupakan untuk dibahas, dan itu menurut saya krusial sekali. Ternyata saya lupa untuk membahas tentang kehidupan itu sendiri :) Mungkin dari sekian banyak pembaca, ada yang sudah paham betul apa itu kehidupan. Mulai dari bagaimana sistem kehidupan itu bekerja, dan bagaimana seharusnya kita berjalan di atas sistem tersebut dengan baik. Atau mungkin para pembaca sudah layak diberi gelar profesor kehidupan :)
Saya harap bagi mereka yang sudah tahu mohon ditahan dulu, silahkan berkomentar apa saja mengenai pendapat yang saya kemukakan di sini, entah itu kritiklah, tidak setujulah, atau yang lainlah... saya persilahkan dengan hormat. Semoga apa yang tuliskan di sini bermanfaat bagi kehidupan kita semua.
..........
Kehidupan... sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Mungkin definisi kehidupan yang Mbah Surip kemukakan sudah melekat di benak kita, di mana hidup itu bangun lagi, tidur lagi, bangun lagi, tidur lagi, hahahaha....Singkat namun bermakna. Jika ditelaah secara filosofis mungkin akan menghasilkan 5 halaman penuh hanya sekedar membahas 9 kata tersebut. Namun di sini saya tidak akan membahas definisi yang Mbah Surip berikan karena saya bukan tipe orang yang senang plagiat, hahahaha....
Selama ini mungkin kita berpikir bahwa kehidupan itu berawal saat kita dilahirkan. Di saat kita mulai bernafas dan melihat kilapan cahaya di mata kita. Tidak perduli apakah kita masih ingat saat-saat itu atau tidak yang penting kita suda bernafas dan itu artinya kehidupan sudah dimulai, benar begitu? Hmmm... jika kita berkata kehidupan itu artinya hidup, maka pernyataan di atas benar adanya. Namun, sebuah kehidupan kita yang penuh berisikan berbagai permasalahan, seni merasakan, kesan dan kritik, tidaklah sesederhana dari “hidup” itu sendiri. Kehidupan lebih cenderung kepada sebuah proses yang panjang, di mana kesadaran penuh bahwa ia ada karena suatu sebab dan ia akan memenuhi sebab itu. Itulah definisi saya tentang kehidupan.
Jadi apakah sewaktu kita lahir, kita telah merasakan kehidupan? Menurut saya belum. Kita hidup tapi belum merasakan kehidupan. Kita akan merasakan kehidupan setelah dalam diri kita terdapat kesadaran akan sebuah keberadaan kita yang dikarenakan suatu sebab seperti yang saya jelaskan tadi. Kalau ditanya kapan tepatnya, saya tidak tahu. Tergantung pada masing-masing individu dalam proses pembelajarannya.
Kehidupan akan dirasakan oleh manusia dengan berbagai alur pikir yang berbeda-beda, namun prosesnya kurang lebih sama. Mereka pertama-tama akan merasa ada yang kosong dalam hati mereka, entah apa itu...tapi ada sesuatu yang hilang dan wajib mereka temukan. Waktu itu, manusia akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencari “hal” yang hilang tadi. Berbagai informasi dan kegiatan mereka lakukan untuk mendapatkan sesuatu yang kosong tadi... apa itu? Yaitu sebuah jati diri. Sebuah awalan bagi manusia untuk memenuhi kewajiban mereka di dunia berdasarkan sebuah pedoman yang tepat.
Sebuah proses panjang tentu akan berakhir suatu saat nanti, tapi saya katakan tidak utnuk proses kehidupan. Kehidupan kita tidaklah berakhir dengan kematian, karena kita akan mengalami kehidupan kedua setelah kematian. Kita nantinya kekal untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah kita lakukan.
Tuhan memberikan kehidupan yang pertama untuk mempelajari kehidupan yang kedua agar kita nantinya tidak menyesal. Maka dari itu pesannya, gunakan “kehidupan” itu dengan baik sesuai pedoman yang telah kita dapatkan, kemudian lakukan semampu kita, karena Tuhan tidak pernah menuntut sesuatu hal yang tidak bisa kita lakukan, bukankah begitu?
Semoga berhasil...






See another post:

Aug 25, 2009

Ospek, Tidak Pernah Luput dari Kekerasan


Tahun ajaran baru merupakan momen penting pendidikan di mana lembaran baru seorang pelajar terbuka untuk diisi prestasi-prestasi yang gemilang. Pelajar-pelajar muda harapan bangsa menaruh harapan besar pada semua institusi pendidikan agar nantinya institusi pendidikan tersebut dapat mengantarkan dirinya menuju pintu gerbang kesuksesan.
Begitu pula si Orang tua dengan bangga memperkenalkan anak-anaknya yang telah naik jenjang ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Tujuannya sama pula, mengharapkan buah hatinya mendapatkan pendidikan yang baik agar nantinya menjadi orang yang berguna bagi masyarakat di sekitarnya.
Menarik, simpatik, dan bahagia, kata-kata yang tercermin saat kita berbicara soal euforia kelulusan. Padahal dibalik semua itu, berbagai tantangan baru siap menghadang para lulusan-lulusan muda berpotensi tersebut.
Satu tantangan yang pertama dihadapi si fresh graduate tersebut adalah MOS atau Ospek, di mana dalam acara tersebut para pelajar digembleng sedemikian hingga agar nantinya si pelajar baru tersebut siap atau setidaknya tidak kaget menghadapi suasana baru bangku pendidikan.
Biasanya, untuk urusan yang kompleks ini (karena tentu jumlah peserta didik begitu banyak) diserahkan oleh organisasi siswa yang tentu pelaksanaan acara tersebut dimotori oleh siswa. Nah, di sini celakanya... Siswa yang belum mengerti benar tentang psikologi siswa, disuruh untuk mempersiapkan mental siswa baru(dalam hal ini tentu menyangkut psikologi siswa).
Lalu, apa yang terjadi? Dengan besarnya kewenangan yang diberikan institusi pendidikan kepada siswa-siswa panitia tersebut, tentu si siswa akan merasakan sense berbeda saat menghadapi para siswa. Mereka akan merasa seolah-olah menjadi bos yang terserah mau berbuat apa kepada si pelajar baru. Akibatnya, Ospek tidak pernah luput dari kekerasan senior.
Dalam blog ini saya menaruh perhatian besar pada institusi pendidikan perguruan tinggi. Mereka memegang kendali "orang-orang dewasa" yang belum siap menghadapi masyarakat lepas, tentu "orang-orang baru" ini membutuhkan penanganan yang lebih gentle untuk menyiapkan mental mereka. Namun, fakta sering berbicara lain. Saya masih mendengar dan merasakan kekerasan masih sangatlah kental dengan Ospek... entah itu secara fisik maupun psikologis.
Menurut saya fisik okelah, mungkin capek sehari, namun untuk psikologis, luka hati mungkin akan tertmbun selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Pesan saya bagi para pengelola institusi pendidikan, lebih berhati-hatilah dalam menyerahkan tugas penting ini. Jangan asal serahkan yang penting beres, justru jika hal buruk terjadi, institusi anda yang akan mendapat citra buruk. Bersihkan semua intimidasi, kekerasan, dan perploncoan dari tanah pendidikan ini.
Semangat pendidikan Indonesia yang bersih...

Learning Skill


Artikel ini saya dedikasikan untuk teman saya satu universitas karena dirinya telah berhasil menyelesaikan tugas essai yang diberikan kepadanya. Lho memang kenapa? (itu pasti pertanyaan di benak anda) Begini, sewaktu saya berkunjung di kamarnya, saya diam-diam membaca essai yang dibuat – jangan kira saya maling lho! Saya sudah izin untuk membacanya pada malam sebelumnya. Saya tersenyum-senyum sendiri membaca essainya sementara dia tidur pulas di tempat tidurnya. Mungkin kecapekan setelah membuat essai itu pikir saya
Apa yang ditulis teman saya tersebut menggelitik otak saya untuk memberikan komentar. Mungkin masalah ini juga yang saat ini sedang dihadapi oleh generasi muda saat ini, Sebuah permasalahan yang penting agar kita dapat menjadi sebuah pemimpin yang baik... Lalu masalahnya? Jrengjengjengjeng.... Sebuah kecakapan belajar atau Learning Skill.
Kecakapan belajar adalah kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri dalam proses pemahaman suatu cabang ilmu. Manusia mengerti bagaimana seharusnya ia hidup, bagaimana ia harus berkomunikasi dengan orang lain, haruslah melalui tahapan-tahapan pembelajaran yang ia atur sedemikian rupa sehingga proses pemahaman dapat ia lakukan dengan baik. Singkatnya, suatu kemampuan diri dalam mengatur bagaimana ia belajar (masih panjang ya....:))
Teman saya tersebut dalam essainya mengkritik bagaimana kita sewaktu awal naik tingkat pendidikan yang lebih tinggi (contoh dari SMP ke SMA, SMA ke Perguruan Tinggi) selalu disuruh untuk mengubah cara belajar, karena cara belajar yang kita pakai sebelumnya “pasti” tidak cocok dengan metode pendidikan baru yang akan kita rasakan nantinya. Ia berpendapat biarlah orang itu sendiri yang menentukan cara belajarnya agar ia berhasil. Jika ingin memberikan pemahaman tentang cara belajar yang baik, kita memposisikan diri kita sebagai orang yang memberi nasehat bukan sebagai guru. Artinya, mau berubah atau tidak keputusan tertinggi ada pada pelaku yang ingin belajar tadi, bukan kita.
Bagaimana, anda setuju dengan pendapat teman saya?
Bagi saya, sangatlah disayangkan apabila kita masih memandang kata “belajar” dengan hal yang berbau kental masalah akademis. Jika kita mendengar “Ayo, belajar!”, secara otomatis alam bawah sadar kita meneruskan “Biar pintar” kemudian otak kita menjawab, “Kalau pintar nilaimu bagus!” Kemudian kita merefleksikan tindakan kita dengan orientasi “ Kalau nilai bagus masa depan cerah.”. Proses ini begitu cepat dan tepat, hingga kita tidak sadar bahwa diri kita sedang mencerna kata belajar dengan hasil seperti itu.
Belajar adalah proses memahami. Bisa diawali dengan hapal terlebih dahulu baru paham. Namun juga bisa, kita memahami sebuah masalah dulu kemudian kita hapal ilmunya. Jadi betul kata teman saya apabila cara belajar haruslah ditentukan sendiri oleh orang yang akan belajar tadi. Kita tidak bisa memaksanya, karena tentu hasil yang didapat justru tidak akan maksimal jika memang apa yang kita sarankan tidak cocok dengan kepribadiannya.
Namun, ada satu hal yang bisa kita bantu terhadap teman kita jika hasil “belajarnya” belum maksimal (belajar dalam hal ini memahami), yaitu pada kecakapan belajarnya, bukan pada metode belajarnya. Kecakapan belajar meliputi kemampuan mengetahui (knowing), kemampuan mengerjakan (doing), dan kemampuan menjadi (being). Nah, kita bisa membantu teman kita di bidang-bidang tersebut. Contoh, jika teman kita kesulitan pada knowing-nya ya kita bantu dengan memberikan kepadanya pengetahuan-pengetahuan baru dengan cara menyenangkan, namun apabila jika dia yang susah pada doing-nya, ya bantu ia melakukan dengan cara yang sistematis...begitu seterusnya.
Nah sudah jelaskan, bagaimana pentingnya permasalahan yang ditulis teman saya... Manusia tidak pernah lepas dari proses perbaikan, dan itulah gunanya belajar.
Sebagai penutup, tampaknya saya harus berterima kasih kepada teman saya karena telah mengingatkan kita pada hal yang penting pada manusia yaitu belajar... karena dengan itu kita bisa menjadi manusia yang utuh... benar begitu?
Semoga berhasil...






See another post:

Pembaharuan Pemahaman


Untuk artikel kali ini ada permintaan bahasan khusus dari teman saya yang sekarang berada di Surabaya menempuh pendidikan tinggi. Ia bertanya kepada saya perihal acara televisi yang menampilkan A'a Gym, seorang ulama yang namanya kini tidak lagi eksis, padahal diri saya pribadi banyak belajar dari ceramah-ceramahnya. Dalam acara tersebut, kata teman saya, A'a Gym menyebutkan kata-kata yang menurut teman saya ambigue. Saya sendiri belum tahu pasti tapi kata teman saya begini kalimatnya “hal yang paling membahayakan adalah tingkah kita plus sifat kita sendiri”.
Bisakah anda menjawabnya? Hmmm... agak sulit memang. Pernyataannya sangat ambigue dan kabur. Tingkah bagaimana dan sifat bagaimana... ?? Silahkan beritahu saya jika anda mengetahui jawabannya secara lebih pasti... Lewat comment tentunya :)
Saya akan jawab menurut versi saya sendiri. Begini, secara naluriah manusia dalam hidupnya akan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman yang dia dapat semasa pembelajarannya seja kecil. Ia melakukannya terus menerus selama pemahamannya tetap sama seperti yang lalu. Nah, celakanya apabila pemahaman yang ia dapat keliru dan membahayakan pihak lain, tentu semua perbuatan yang ia lakukan berakibat sama dengan pemahamannya... Jawaban ini bisa menjadi kemungkinan pertama.
Namun, suatu pemahaman yang baik pun akan membawa masalah tersendiri di saat pemahamannya tidak berkembang atau stagnan. Ada orang yang kesehariannya melakukan hal-hal yang baik, namun perbuatannya akan menjadi hal yang kurang bermanfaat apabila yang dilakukannya adalah hanya itu-itu saja, seolah-olah itu menjadi profesinya. Nah di sini yang saya tegaskan adalah pembaharuan sikap kepada yang lebih baik.
“Good is not enough when better is possible,” begitu kata salah satu master saya. Baik tidaklah cukup apabila lebih baik itu masih mungkin untuk dilakukan. Manusia adalah mahkluk yang membenci perubahan di saat ia sudah mendapatkan jaminan hidup yang nyaman dan tentram walaupun perubahan yang di hadapannya akan membawanya ke arah kehidupan yang lebih baik. Manusia selalu disibukkan oleh bayangan-bayangan negatif yang ia keluarkan dan kemukakan sendiri sehingga menghalang-halangi dirinya untuk berbuat yang lebih baik. Ironis bukan? Tapi itu faktanya. Ada juga dalam ilmu manajemen yang disebut think out of the box, yaitu cara kita berpikir di luar rutinitas kita untuk melihat sebuah masalah dalam scope yang lebih luas.
Kisah turunnya popularitas A'a Gym tampaknya menjadi pelajaran penting bagi beliau sehingga terlontar kata-kata di atas, tentu dengan maksud mengingatkan kita akan bahaya rutinitas – walaupun baik - yang terselubung.
A'a Gym bagi saya tetaplah master yang di dalam dirinya terdapat banyak sekali nilai-nilai yang terkandung. Hanya manusia yang arif dan bijaksana selalu dapat menuai hikmah di balik segala kejadian yang ada di sekelilingnya dan orang-orang di sekitarnya. Salut untuk A'a Gym dan sukses selalu untuknya.

.............

Begitulah pembahasan saya mengenai kata-kata yang ditanyakan oleh teman saya, saya lebih cenderung untuk mengartikan dalam arti yang kedua. Semoga apa yang saya tulis dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi teman-teman yang lain...
Semoga berhasil...

Aug 24, 2009

Ketiduran di Mushalla


Ketika kita memasuki Rumah Ibadah Islam, masjid atau mushalla apa yang kita rasakan? Wusss... Cleng... saya merasakan kesejukan alami dari dalam dan luar... entah ada angin apa ketika itu namun perasaan menjadi tenang dan kuat. Setelah melakukan shalat, ku coba untuk berdiam sejenak, merenung dan berdoa... kesejukan yang saya rasakan mengajakku untuk berebah... dan akhirnya wusss... aku terbawa angin mimpiku yang sepoi-sepoi.
Keindahan masjid dan mushalla adalah perwujudan keindahan Sang Pencipta. Dia mengirimkan ketenangan dan kesejukan agar orang betah berlama-lama di rumah-Nya. Namun, tetap hanya yang sedikit mau datang sekedar untuk melepas penat...
Apakah rugi berkunjung ke rumah-Nya? Bukankah dengan berkunjung kita bisa lebih dekat dalam meminta sebuah permohonan? Bukankah dengan berkunjung, rahmat-Nya akan datang kepada kita?
Kehidupan kecil di Masjid atau Mushalla, hanya sebatas kehidupan para takmir, penjaga masjid. Ditambah para insan pekerja keras yang tidur menghiasi pinggiran masjid. Namun, tawa anak kecil yang haus ilmu tidak kunjung datang, padahal ilmu Tuhan begitu luas dan dalam menanti untuk diselami. Di manakah engkau? Masihkah engkau di luar sana? Tuhan selalu menanti untuk membagi rahmat-Nya yang tiada tepi.
Semoga kita termasuk orang-orang yang Tuhan rahmati...

Lamanya Sholat Tarawih


Pada bulan Ramadhan berbagai amalan ibadah langsung mencuat ke permukaan. Begitu hebatnya, sehingga para non-muslim yang sebelumnya mengira tetangga-tetangganya adalah non-muslim juga terkaget-kaget saat bulan Ramadhan tiba, karena sebelumnya amalan-amalan ibadah tersebut begitu sepi terlihat mata dan begitu senyap terdengar telinga. Sebut saja tadarus, hingar bingarnya begitu sangat terasa hanya ketika saat Ramadhan. Seolah-olah Alqur'an hanya pantas di baca di bulan Ramadhan saja...
Hmmm... aneh ya? Sebuah fakta yang menurut saya patut dicermati. Ada sebuah pesan moral di sini yang ingin disampaikan oleh masyarakat tersebut kepada kita. Tapi apa ya? Apakah anda tahu?
Ketika kita membahas amalan-amalan ibadah, sebenarnya kita sedang berbicara cerminan diri kita sendiri. Anggap saja Tuhan kita Allah adalah tuan yang memiliki kita, menguasai kita, dan memelihara kita. Kita dijaga, diberi rezeki, dan dicukupkan kebutuhannya, tentu dengan syarat kita memberi jasa yang sesuai sebelumnya bukan? Pertanyaannya, pernahkah kita memberikan balik sesuai apa-apa yang diberi? Ataukah sebagai orang yang dikuasai penuh dan dipelihara sebaik-baik pemeliharaan, kita hanya mau mengadahkan tangan menunggu untuk diberi? Hukum alam berkata tidak, namun Allah Tuan kita mempunyai sifat-sifat Maha yang diluar akal manusia tetap memberikan apa-apa yang kita butuhkan.
Bukankah kita juga harusnya memberi lebih untuk itu? Tarawih yang hanya ada di bulan Ramadhan tampaknya bisa menjadi tambahan balas jasa yang baik untuk Tuhan. Namun masih ada juga orang yang malas menjalankannya, sangat aneh bukan?
Tarawih memang kadang terasa begitu lama di hati dan pikiran kita. Mungkin secara fisik tubuh kita secara kompak mengikuti irama sholat Imam, namun secara batiniyah hati kita pergi entah ke mana memikirkan sesuatu hal yang mungkin kurang penting dan tidak pada tempatnya. Menunjukkan keengganan kita untuk mengikuti dengan baik apa yang telah disyariatkan kepada kita.
Tapi, sekali lagi Allah Maha Baik, Allah menghargai tiap perbuatan yang ikhlas hanya diperuntukkan kepada-Nya walaupun itu hanya secuil biji sawi atau lebih kecil dari itu... apa sih beratnya shalat tarawih jika dibandingkan nonton sepak bola tengah malam di mana manusia lagi ngantuk-ngantuknya?
Manusia mempunyai banyak keterbatasan untuk dapat memenuhi setiap kebaikan Tuhan kepada-Nya. Namun, di balikketerbatasan tersebut ada potensi luar biasa yang jarang ditunjukkan oleh manusia sebagai tanda terima kasih kepada Tuhannya, bukankah seharusnya begitu?
Semoga berhasil

Aug 16, 2009

Kejujuran Adalah Pemanis Jiwa


Terus terang saat ini saya tidak tahu apa yang akan saya tulis. Yang saya tahu kejujuran adalah pemanis jiwa, di mana kehidupan bersama akan terasa lebih indah dan bermanfaat dengannya.
Ya... Jujur itu manis walaupun pada awalnya terasa pahit bagi orang yang belum mengerti. Baunya harum walaupun terkadang begitu menusuk bagi orang yang baru Optimislah dan lakukan sesuai kapasitas anda... semoga berhasil

Aug 13, 2009

How's The UI Doing

Artikel ini saya persembahkan bagi mereka yang terus membaca blog saya guna mencari ilmu dan pengetahuan. Saya dan pembaca yang lainnya adalah belajar juga, tidak ada yang pandai dan tidak ada yang kurang pandai, semua sama. Jadi, di sini anggaplah sebuah forum diskusi yang mana kita boleh bertanya apa pun... Selamat membaca.
Ada seorang teman bertanya... Bagaimana kabarnya baikkah?
Hmmm... Indah sekali. Alhamdulillah, saya begitu baik di awal perkuliahan saya. Saya menemukan banyak teman baru, pengalaman baru, dan tantangan-tantangan baru. Bayangan saya "hampir" menjadi kenyataan.
Bagi saudara-saudara yang sekarang kelas 3 SMA tentunya suda membayangkan hal-hal yang keren-keren dalam perkuliahan. Mungkin nanti ada seru-seruanlah, ada teman banyaklah, bisa belanja ini dan itulah... Yah, pokoknya having fun deh...
Ehem... begini (agak grogi karena nulis tulisan pribadi) menurut saya, hal yang paling sulit bagi mahasiswa baru dalam perkuliahan nantinya adalah bagaimana kita nantinya menghadapi perubahan orientasi hidup ke depan.
Anda akan menemukan berbagai hal yang mungkin mengejutkan bagi anda (karena kejutan saya tidak akan bilang). Anda akan dihadapkan pada pilihan prioritas bagaimana anda nantinya mengatur waktu dan uang anda yang hanya "sedikit".
Semua universitas saya kira mempunyai orientasi yang sama terhadap mahasiswanya. hanya bagaimana keketatan dalam pencapaian tujuannya yang berbeda, tentunya harus menyesuaikan kemampuan anak-anak didik yang masuk di sana.
Silahkan... anda membayangkan hal-hal yang keren tentang universitas yang anda impikan. Saya yakin anda akan menemukan hal yang sama dengan saya. Sip dan semoga berhasil

Aug 8, 2009

Eksklusif, Mahalkah?


Terima kasih kepada para pembaca ysng terus memberikan apresiasinya setiap membaca artikel-artikel yang saya buat. Dalam artikel ini, saya peruntukkan kepada administrator IPA 6 yang bertanya dalam artikel sebelumnya yang intinya begini, apakah eksklusivisme itu identik kepada fanatisme?
Baik akan saya mulai... Pernahkah anda melihat kereta di sebuah stasiun? Bagi mereka yang sering mengadakan perjalanan jauh, tentu suasana kereta dan stasiun sudah sangat akrab di mata mereka. Begitu anda berjalan masuk, akan terlihat begitu banyak orang-orang berkerumul. Mereka tampak sibuk dan menunggu sesuatu, tampak begitu sama dari luar. Setelah kereta datang mulailah mereka berbaris menurut kelas-kelas yang ada, apakah itu ekonomi, bisnis, atau eksekutif. Yang ekonomi, mereka harus berdesak-desakkan untuk mendapatkan tempat, bahkan ada yang mau untuk bergelantungan di atap-atap demi sebua tumpangan. Bisnis, kereta manis setengah ekonomi setengah eksekutif, menggunakan AC tapi juga tetap kita berdesak-desakkan, walaupun tidak ada yang bergelantungan tetap ada yang tidur di lantai karena tidak mendapat jatah duduk. Sedangkan eksekutif, sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Ruang tunggunya saja sudah berbeda, ber-AC dan ada makanan yang disiapkan. Bagasi yang disiapkan begitu besar dan rapi. Tidak ada yang namanya berdesak-desakan.
PErtanyaannya... jika anda boleh memilih, anda akan memilih kelas mana?
Saya yakin anda akan menjawab kelas eksekutif, karena di situ kita mendapat perlakuan WAH. Hanya saja jika kita pada akhirnya disuruh membayar tarif yang ditetapkan, apa yang terjadi, "Ah.. Naik bisnis aja deh."
Yap... kita maunya diperlakukan eksklusif, namun tidak mau membayar dengan tarif eksklusif. Apa hubungannya dengan fanatisme? Begini, orang eksklusif cenderung mempunyai kepentingan yang tidak bisa diganggu gugat. Tidak ada toleransi bagi mereka. Kalau mereka mengatakan begini ya jadinya harus begini. Itulah yang pada akhirnya membawa kepada fanatisme, bahwa pendapat saya memanglah benar.
Sama dengan kereta, karena mereka maunya diperlakukan dengan cara istmewa, mereka arus mau membayar dengan harga yang sangat mahal, terkadang jiwa merekalah yang menjadi bayaran tersebut.
Yap itulah sekilas hubungan eksklusif dan fanatis yang bisa saya jelaskan. Ada pertanyaan lagi?

Aug 7, 2009

Permintaan Maaf yang Tulus

Permintaan maaf...
Membawa pada sebuah penyembuhan.
Kesembuhan atas tersiramnya api amarah kehidupan.
Sudahkah anda memaafkan?
Sebagaimana anda memohon kepada Tuhan?

Jadi, Maafkanlah saya
karena sungguh di luar kuasa

bahwa saya lama nggak posting
banyak tugas kuliah bikin pusing.

Be justice is my choice
How's about you?

Aug 4, 2009

Eksklusivisme, Hal yang Wajar untuk Organisasi

Pernah dengar kata-kata seperti ini,
“Inilah organisasi yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat!”
“Organisasi ini akan membawa kalian menuju masa depan yang cerah!”
“Organisasi ini tidak didirikan oleh sembarang orang, tapi mereka semua telah menjadi...”
“Nah, benarkan kata saya! organisasi ini telah menunjukkan bukti perubahan penting!”
Dll.
Jika anda adalah anggota aktif sebuah organisasi, “kalimat seru” seperti itu rasanya tidaklah asing ketika masuk ke telinga kita. Biasanya dalam kesempatan kumpul-kumpul kalimat-kalimat ini diperdengarkan berulang-ulang kepada kita, sebagai motivasi sebelum melakukan kegiatan. Mungkin ada yang bertanya dalam hati, “Ah sombong banget, baru segitu aja. Berlebihan...berlebihan...!!!”
Menurut saya adalah hal yang wajar apabila suatu organisasi secara berkala menggunakan “kalimat pembeda” untuk terus menunjukkan eksistensinya. Kenapa saya sebut “kalimat pembeda”? Karena dalam kalimat-kalimat yang saya sebut di atas selalu menyebut organisasi tertentu (yaitu dirinya sendiri) bahwa \organisasi itulah yang beda dari kelompok yang lain, entah paling berguna-lah, dibutuhkan-lah, atau lah lah yang lain. Itu pun juga didasari oleh maksud ingin beda dari kelompok-kelompok yang lain (sebagai identitas). Yah, samalah dengan kita yang inginnya tampil beda.
Nah, apabila “kalimat pembeda” ini telah tertanam pada masing-masing anggota, nanti muncullah yang namanya eksklusivisme diri. Eksklusivisme sering disalahartikan dengan makna sombong, karena ciri-cirinya identik. Tapi memang benar jika rasa eksklusif ini berlebihan dapat menjadi rasa sombong yang sangat membahayakan bagi anggota.
Eksklusivisme dikatakan wajar apabila sepanjang penggunaannya hanya sebagai identitas individu sebagai anggota kelompok, dan akan menjadi tidak wajar apabila rasa ini telah menjadi pembenaran bagi setiap perbuatannya, contoh: Perusakan fasilitas umum oleh sekelompok orang dari geng tertentu. Artinya, mereka membenarkan aksi mereka karena tujuan kelompok.
Nah, hal-hal seperti inilah yang kiranya yang harus diwaspadai karena akibatnya sangat berbahaya, dan kita sebagai manusia tidak akan terelakkan untuk berorganisasi. Ceklah dahulu kelompok anda apakah rasa “beda” di dalam kelompok masih pada tingkat wajar atau tidak. Dengan begitu, organisasi di Indonesia dan dunia mungkin akan berjalan bersama dalam harmoni kehidupan.
Semoga berhasil...

Aug 1, 2009

Emosi adalah Tamu

Di dalam kehidupan kita emosi adalah sesuatu yang tak pelak merupakan syarat dari setiap perwujudan atas pemikiran kita. Dengan emosi kita menunjukkan kepada orang-orang di sekitar kita tentang apa yang sebenarnya perasaan yang sedang kita rasakan terhadap mereka. Namun, dalam kenyataannya, emosi justru seringkali menjadi penghambat dari kemajuan mereka dalam mencapai kemuliaan dan penghormatan yang sebenarnya layak untuk mereka dapatkan.
Masalahnya adalah manusia seringkali menunjukkan emosi “spontan” mereka apa adanya. Mereka ber-emosi ria sebagai sinyal persetujuan dan pertidaksetujuan. Ketika kita diberi hadiah... tanpa pikir panjang kita langsung menunjukkan raut muka senang tanda setuju, atau saat kita sedang dipuji... kita juga langsung tersenyum tanda kita setuju. Begitu pula sebaliknya, saat kita sedang difitnah atau dikecewakan raut wajah kita langsung merah padam tanda bahwa kita sedang marah dan tidak setuju atas kejadian tersebut.
Secara umum reaksi-reaksi spontan seperti itu adalah wajar adanya selama emosi kita tidak sampai menyakiti orang lain atau diri sendiri. Namun, kebanyakan dari emosi-emosi “spontan” itu menyebabkan orang dicap jelek... “hanya” karena telah melakukan sesuatu tanpa dipikir panjang, yang pada akhirnya menuju ke rasa menyesal yang berlebihan. Maka dari itu jaga penggunaannya.
Pesannya...
Emosi adalah tamu. Dan otak kita adalah tuan rumahnya... emosi datang dan pergi sesuai dengan keadaan yang menyebabkan dia datang. Emosi adalah tamu yang baik, kita tidak boleh cepat-cepat mengusirnya.... dan dirinya sadar tidak boleh berlama-lama tinggal di rumah kita. Perlakukan emosi sebagai tamu yang terhormat agar emosi tetap menjaga keindahan rumah milik kita... yaitu akal sehat kita.
Semoga berhasil