Sep 4, 2009

Memilih Jalan Kehidupan




Terus terang untuk artikel kali ini saya mau menceritakan pengalaman pribadi saya saat ber-sms ria dengan teman saya yang tejadi beberapa hari yang lalu tengah malam hari. Pertama-tama alangkah baiknya apabila saya memperkenalkan terlebih dahulu teman saya yang saya ajak sms ria tersebut. Namanya AF (jangan sebut nama), sekarang satu universitas dengan saya. Dia mempunyai pengetahuan yang lebih daripada yang saya miliki sehingga saya memutuskan untuk “berguru” kepadanya... kurang lebih sudah saya lakukan selama 3 tahun ini. Namun entah kenapa, kali ini dirinya meminta saran saya untuk memutuskan perkara penting yang bisa jadi menjadi penentu jalan kehidupannya.
Bagiku, itu sebuah kehormatan, di mana “guru” saya meminta pertimbangan saya dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan semangat saya membalas sms demi sms yang dia kirimkan kepada saya... dan detik-detik konflik dan friksi pemahaman pun mulai bermunculan... begitu alotnya perbincangan, sampai-sampai hampir 2 jam kami ber-sms ria membahas masalah tersebut. Hasilnya.... Masing-masing masih tetap pada pendiriannya, tidak ada titik temu.
Saya akan memberikan hak penuh kepada pembaca untuk menentukan argumentasi mana yang sekiranya patut utnuk dijadikan rujukan hidup untuk diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.
Masalahnya begini... Guru saya berpendapat bahwa hidup itu harulah sesuai perintah. Kita hidup karena diperintah untuk hidup. Kita baik karena kita diperintah untuk baik. Dan kita patuh pada orang tua karena kita diperintahkan Tuhan untuk patuh kepada orang tua.
Sedangkan saya berpendapat begini... Kita hidup atas sebuah alasan. Kita harus berlaku baik karena itu merupakan pilihan logis jika dirimu ingin bahagia dunia akhirat. Dan kita patuh kepada orang tua karena apa yang mereka katakan “biasanya” demi kebaikan untuk kita.
Jika pembaca sekalian paham, di sini terjadi perbedaan paham mendasar antara saya dan guru saya. Guru saya mempunyai paham yang pasif di mana “Tuhan” berperan penuh pada kehidupan kita dengan menciptakan sistem yang telah ada. Kita tinggal mengikuti setiap perintah-Nya... Entah apa pun itu.
Sedangkan saya... saya merasa kehidupan ini adalah sebuah anugerah Tuhan yang mana kita diberikan kesempatan untuk menemukan hikmah dalam setiap perintah-Nya. Tidak langsung asal kerjakan saja... Itu menurutku.
Saya lebih menitikberatkan sudut pandang saya kepada sebuah pilihan. Kita tahu bahwa hidup ini pilihan... Silahkan anda memilih jalan yang anda kehendaki saat anda sudah tahu dan siap menerima setiap konsekuensi logis dari pilihan anda. Saya tidak akan berkata anda tidak boleh memilih jalan yang “kebetulan” buruk karena siapa tahu kita akan menemukan jalan kebenaran yang lebih mantap melalui jalan yang salah tersebut. Namun berbeda halnya jika anda masih saja memilih jalan yang jelas salah... itu kebangetan namanya, kurang pintar dan harus minum tolak angin... :)
Sebenarnya guru saya dan saya sendiri tidaklah berseberangan dalam mengartikan mana yang benar dan mana yang tidak. Hanya saja guru saya memilih jalan yang benar karena diperintah... sedangkan saya selain diperintah, tapi itu adalah untuk kebaikan kita sendiri. Tuhan tidak mungkin memerintahkan kita kepada jalan yang salah, jadi sangat wajar jika kita memilih jalan-Nya.
Entahlah apakah kita harus hidup pasif atau aktif dalam membentuk takdir kita. Silahkan anda mau mengalir seperti air atau berlari kencang bagai kuda liar... Silahkan. Asalkan anda telah memastikan bahwa jalan yang anda ambil adalah jalan-Nya.
Semoga berhasil...

2 comments:

you-know-who said...

Sesungguhnya apa yang dimaksudkan guru anda dan anda saya rasa sama saja. Tetapi mungkin guru anda adalah orang yang istilah psikologinya "out of box" sehingga muncul pemikiran yang berbeda daripada orang pada umumnya. Selain itu saya juga menemukan ayat bahwa segala yang terjadi pada kita telah tertulis di Lauhul Mahfuzh (meski kita di dunia ini disetting untuk tidak tahu itu dan diberi "pilihan" secara bebas). Sehingga diperlukan usaha seperti apa yang anda sebutkan, namun tetap saja [pada dasarnya] kita ini bukan siapa2. Kita masuk surga bukan karena usaha kita, tetapi anugerah Alloh. Bukankah kita bisa berusaha (berdoa, beribadah, muamalah) untuk mendapat surga? Ya, memang. Tapi ingat ! Usaha kita tadi anugerah dari Alloh. Coba bayangkan jika kita tidak diberi hidayah Iman dan Islam oleh Alloh! Usaha macam apa yang dapat dilakukan makhluk yang [diciptakan] dari air hina ini?
Jadi "mungkin" yang dimaksud guru anda bukanlah tentang aktif ataupun pasif. Namun hanya hakikat kehidupan manusia. Dan saya rasa ini berbahaya jika diajarkan kepada orang yang belum mengenal istilah 'hakikat'.

Itu semua tadi cuma dugaan saya, untuk lebih jelasnya tanyalah orang yang lebih berilmu.

Kuda liar takkan sanggup berlari pada air yang mengalir deras.

Be Justice is My Choice said...

There's always be... yes my master, it's just my opinion

Post a Comment