Oct 22, 2009

Episode 3 Harapanku pada Manusia





| lihat seri sebelumnya |

.........................................


Tugasku telah dimulai, mengantarkan awan, membantu penyerbukan, dan mengatur cuaca di beberapa daerah… berat memang, tapi menyenangkan. Aku telah mengerjakan tugas ini selama beribu-ribu tahun lamanya, dan oleh karenanya aku mempunyai banyak teman, banyak dari penghuni langit dan beberapa dari penghuni daratan, termasuk bumi itu sendiri. Tapi kusadari, banyak teman bukan berarti banyak obrolan.
Sering dalam perjalananku aku mengigau sendiri dalam kesendirian. Kulihat matahari saat siang, bulan dan bintang saat malam. Aku sering berpikir alangkah damai mereka. Mereka tidak perlu merasakan akibat perbuatan “segelintir” manusia yang tak bertanggung jawab. Mereka jauh di atas sana, apa pun yang terjadi di sini tak akan ngefek kepada mereka. Yah… nasib.
Tapi sebenarnya diriku pun tak membenci manusia secara keseluruhan, aku tahu bahwa manusia memiliki sisi lain yang begitu baik dalam hati mereka, apalagi saat zaman Nabi masih ada, wah… dunia tampak seperti surga bagiku. Saat itu ingin sekali aku menjadi manusia, mereka mempunyai wewenang, yang mereka gunakan di jalan kebenaran. Kulihat mereka menumpas kaum yang jahil dengan keberanian. Tak kenal rasa takut, serasa hidup dan mati hanyalah untuk-Nya.
Kontras dengan zaman sekarang, manusia hampir tak bisa diharapkan, yang mereka perdulikan adalah diri mereka sendiri. Padahal ada begitu banyak sesama mereka, bahkan bisa dikatakan saudara mereka, hidup dalam kelaparan, tapi manusia lainnya justru hidup nyaman di atas penderitaan mereka. Apakah mereka memang tidak tahu, ataukah pura-pura tidak tahu?
Aku juga tak bisa melupakan apa yang telah diperbuat manusia kepada kawan-kawanku penghuni daerah langit. Kawanku, Awan, jadi enggan menurunkan hujan karena tahu di tubuh mereka ada tumpukan racun yang membahayakan apabila diturunkan bersama hujan. Ia sekarang terlihat lebih banyak diam, padahal dulunya ia adalah sahabat karibku yang periang dalam mengarungi lautan luas. Kemudian, terhadap temanku burung, tahukah engkau bahwa burung di dunia ini begitu banyak jumlah dan jenisnya. Ketika burung yang banyak sekali jumlahnya bermigrasi, engkau akan melihat keindahan yang tidak dapat engkau lihat di dalam rutinitas kecilmu. Tapi entah kenapa, pemandangan itu sekarang hilang, kalaupun ada jarang sekali terlihat. Sewaktu kutanya kepada anggota burung yang tersisa, hanyalah kata manusia yang terdengar. Ya… Manusia.
Tidakkah manusia berpikir apa akibat dari semua perbuatannya itu? Kalau mereka berpikir kenapa mereka tetap melakukannya? Tidakkah cukup kenikmatan yang telah bumi dan langit sediakan untuk mereka?
Pertanyaanku mungkin tidak akan pernah terjawab sesuai dengan harapanku. Sama seperti ketika malaikat bertanya kepada Tuhan,
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya aku hendak menciptakan khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan mensucikan Engkau." Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengeahui yang tidak kamu ketahui."
Aku hanya bisa berharap dan berharap, agar manusia segera sadar atas semua yang telah dan akan diperbuatnya. Aku tak bisa melepaskan harapanku kepada manusia karena bangsa merekalah yang dapat mengelola bumi ini menjadi lebih baik. Itu adalah keputusan Tuhanku, dan aku percaya keputusan-Nya adalah yang terbaik bagi kami. Semoga hembusanku dapat membuat manusia merasa, bahwa harapanku terletak pada mereka. Amin….

No comments:

Post a Comment